Berdasarkan terminology, bioremediasi berasal dari dua kata yaitu Bio (hidup)
dan remediation (kembali)
yang artinya pengembalian daerah atau lokasi yang terkena atau terpapar limbah
kimia dengan bantuan makhluk hidup atau sebagian ada yang menyatakan dengan
menyelesaikan masalah. Bioremediasi mengacu pada segala proses yang menggunakan
mikroorganisme seperti bakteri, fungi (mycoremediasi), yeast, alga dan
enzim-enzim yang dihasilkan oleh mikroba tersebut untuk membersihkan atau
menetralkan bahan-bahan kimia dan limbah secara aman dan salah satu alternatif
dalam mengatasi masalah lingkungan. Bioremediasi berasal dari kata bio dan
remediasi atau "remediate" yang. Secara umum bioremediasi dimaksudkan sebagai
penggunaan mikroba untuk menyelesaikan masalah-masalah lingkungan atau untuk
menghilangkan senyawa yang tidak diinginkan dari tanah, lumpur, air tanah atau
air permukaan sehingga lingkungan tersebut kembali bersih dan alamiah.
Metode bioremediasi bersifat organik dan terbukti aman dan juga
efektif untuk membersihkan tanah atau wilayah perairan yang terpapar oleh limbah
pertambangan atau industri seperti minyak mentah, dalam kaitannya dengan proses
eksplorasi dan produksi migas. Selain digunakan untuk proses eksplorasi minyak
bumi dan gas, bioremediasi telah digunakan di berbagai aplikasi industri –
industri lainnya, misalnya untuk membersihkan minyak baik di dalam dan sekitar
pabrik-pabrik amunisi militer, lokasi pertambangan, fasilitas petrokimia, tangki
penyimpanan bawah tanah, rel kereta, dan kapal laut dan lain – lain.
Mikroba yang hidup di tanah dan air tanah memakan senyawa
hidrokarbon atau minyak mentah. Setelah senyawa minyak dimakan, proses
pencernaan pada mikroba tersebut secara alami mengubah senyawa minyak menjadi
air dan gas yang tidak berbahaya dan aman bagi lingkungan. Proses bioremediasi
mengembalikan tanah ke bentuk asalnya, sehingga aman untuk digunakan di berbagai
jenis lingkungan baik untuk kegiatan pertanian, perkebunan, peternakan dan lain
– lain.
Bioremediasi sepenuhnya menggunakan mikroba yang secara alami dan
dapat hidup di tanah. Mikroba tersebut tidak membahayakan lingkungan. Mikroba
diberi nutrisi berupa pupuk yang lazim digunakan di taman dan lahan kebun agar
tumbuh dan bekerja secara efektif sehingga bisa mempercepat proses remediasi dan
juga tidak ada tambahan bahan kimia berbahaya selama proses bioremediasi.
Bioremediasi sudah di uji dengan Standar Pengujian Tanah (SPT) dengan
menggunakan Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) yakni persentase kandungan minyak
mentah pada tanah yang terpapar untuk menentukan tingkat aman bagi lingkungan.
Di Indonesia maupun Internasional, bioremediasi dianggap sebagai proses yang mudah dan efektif untuk mengolah tanah terpapar minyak dengan TPH maksimal 15%. Pengujian dilakukan secara bertahap selama siklus pengolahan untuk parameter TPH dan pH. Saat hasil pengujian TPH tanah sudah kurang atau sama dengan 1%. Tanah dapat dipindahkan dari lokasi pengolahan dan dinyatakan aman untuk lingkungan. Selain itu kelebihan dari penggunaan bioremediasi adalah aman digunakan, mudah diterapkan, harganya murah, dapat dilaksanakan dimana saja dan dapat menghapus resiko kerusakan lingkungan jangka panjang. Namun dibalik semua kelebihannya, Bioremediasi memiliki kekurangan seperti pemantauan yang harus intensif, membutuhkan lokasi tertentu, menghasilkan produk yang tidak dikenal dan tidak semua bahan kimia dapat diolah. Tetapi seiring dengan berkembangnya sains dan teknologi, bioremediasi dapat dikembangkan lebih baik lagi.
Bioremediasi sangat dianjurkan sebagai metode yang aman dan
efektif oleh badan-badan lingkungan hidup di seluruh dunia untuk perusahaan
tambang dan industri yang mengadakan kegiatan produksinya. Badan – badan
lingkungan hidup yang menganjurkan metode ini sepertiCanadian Environmental
Quality Guidelines, Canada-Wide Standards for Petroleum Hydrocarbons in Soil dan US
Environmental Protection Agency. Negara-negara Uni Eropa juga menerapkan Dutch
Standard untuk bioremediasi di
masing – masing wilayahnya. Oleh karena itu sudah seharusnya Indonesia memakai
teknologi bioremediasi ini dan mengembangkannya juga menyosialisasikan ke
masyarakat, bukan membatasi pemakaiannya yang nyatanya telah terjadi di
Indonesia.
Mikroba yang hidup di tanah dan di air tanah dapat “memakan”
bahan kimia berbahaya tertentu, terutama organik, misalnya berbagai jenis minyak
bumi. Mikroba mengubah bahan kimia ini menjadi air dan gas yang tidak berbahaya
misalnya CO2. Bakteri yang secara spesifik menggunakan karbon dari hidrokarbon
minyak bumi sebagai sumber makanannya disebut sebagai bakteri petrofilik.
Bakteri inilah yang memegang peranan penting dalam bioremediasi lingkungan yang
tercemar limbah minyak bumi.
Faktor utama agar mikroba dapat membersihkan bahan kimia
berbahaya dari lingkungan, yaitu adanya mikroba yang sesuai dan tersedia kondisi
lingkungan yang ideal tempat tumbuh mikroba seperti suhu, pH, nutrient dan
jumlah oksigen.
Bioremediasi sangat aman untuk digunakan karena menggunakan
mikroba yang secara alamiah sudah ada dilingkungan (tanah). Mikroba ini adalah
mikroba yang tidak berbahaya bagi lingkungan atau masyarakat. Bioremediasi juga
dikatakan aman karena tidak menggunakan/ menambahkan bahan kimia dalam prosesnya.
Nutrien yang digunakan untuk membantu pertumbuhan mikroba adalah pupuk yang
digunakan dalam kegiatan pertanian dan perkebunan. Karena bioremediasi mengubah
bahan kimia berbahaya menjadi air (H2O) dan gas tidak berbahaya (CO2), maka
senyawa berbahaya dihilangkan seluruhnya.
Teknologi bioremediasi banyak digunakan pada pencemaran di tanah
karena beberapa keuntungan menggunakan proses alamiah / bioproses. Tanah atau
air tanah yang tercemar dapat dipulihkan ditempat tanpa harus mengganggu
aktifitas setempat karena tidak dilakukan proses pengangkatan polutan. Teknik
ini disebut sebagai pengolahan in-situ. Teknik bioremediasi yang diterapkan di
Indonesia adalah teknik ex-situ yaitu proses pengolahan dilakukan ditempat yang
direncanakan dan tanah tercemar / polutan diangkat ke tempat pengolahan.
Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pengolahan tergantung pada faktor jenis dan jumlah senyawa polutan yang akan diolah, ukuran dan kedalaman area yang tercemar, jenis tanah dan kondisi setempat dan teknik yang digunakan. Jenis minyak mentah ringan (light crude sesuai nomor API ) yang diolah dengan teknik biopile bioaugmetnasi dan konsentrasi pengolahan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Kepmen LH 128/2003 yaitu max 15% memerlukan waktu 4 - 6 bulan. Sedangkan minyak mentah berat (heavy crude) akan memerlukan waktu dari 1 tahun atau lebih. Kondisi ini bervariasi dari satu area tercemar dengan area lainnya, sehingga waktu yang diperlukan dalam rentang 4 bulan sampai 1 tahun.
Kondisi akhir (end point) untuk menyatakan bahwa proses
bioremediasi berhasil dan selesai adalah konsentrasi total hidrokarbon minyak
bumi (TPH) 1%. Kepmen LH 128/2003 untuk saat ini baru menggunakan parameter TPH
saja karena kegiatan yang menerapkan teknologi bioremediasi masih terbatas pada
industri migas.
Biaya yang diperlukan untuk melakukan bioremediasi berada pada rentang US $25 – 75 per ton tanah olahan, tergantung pada kondisi pencemaran. Harga ini masih lebih murah dibandingkan dengan menggunakan teknik pengolahan lainnya misalnya insinerasi yang bisa mencapai 4 sampai 10 kali lipatnya.
Bioremediasi sebagai teknologi yang dapat digunakan untuk
membersihkan berbagai jenis polutan bukan berarti tanpa keterbatasan.
Bioremediasi tidak dapat diaplikasikan untuk semua jenis polutan, misalnya untuk
pencemaran dengan konsentrasi polutan yang sangat tinggi sehingga toksik untuk
mikroba atau untuk pencemar jenis logam berat misal kadmium dan Pb. Dimasa yang
akan datang, penerapan teknologi bioremediasi di Indonesia akan berkembang tidak
hanya terbatas pada pemulihan lahan tercemar minyak bumi di industri migas,
tetapi juga pencemaran di industri otomotif, SPBU dan industri lainnya seperti
pertanian. Dengan demikian, polutan targetnya bukan hidrokarbon minyak bumi saja
tetapi juga senyawa inorganik lainnya seperti pestisida.
Pendekatan molekular misalnya identifikasi mikroba dengan 16sRNA atau 18sRNA untuk mengetahui keberlimpaphan mikroba dalam proses bioremediasi dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja bioproses. Teknologi molekular ini sudah tersedia dan dibandingkan dengan teknik identifikasi konvesional yang saat ini umum digunakan di Indonesia memberikan waktu pemeriksaan lebih cepat. Namun demikian, penggunaan teknik molekular ini masih mahal dan belum perlu sebagai prioritas.
Aplikasi bioremediasi di Indonesia mengacu pada Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 (KepMen LH no. 128/2003) mengatur
tentang tatacara dan persyaratan teknis pengolahan limbah dan tanah
terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis. Disini dicantumkan bahwa
bioremediasi dilakukan dengan menggunakan mikroba lokal. Pada umumnya, di daerah
yang tercemar jumlah mikroba yang ada tidak mencukupi untuk terjadinya bioproses
secara alamiah. Dalam teknologi bioremediasi dikenal dua cara menstimulasi
pertumbuhan mikroba, yaitu dengan biostimulai dan bioaugmentasi.
Biostimulasi adalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang sudah ada di dalam tanah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrient (misalnya sumber Nitrogen dan Phospor) dan oksigen. Jika jumlah mikroba yang ada sangat sedikit, maka harus ditambahkan mikroba untuk mencapai jumlah mikroba rata-rata 10^3 cfu/gram* tanah sehingga bioproses dapat dimulai. Mikroba yang ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar kemudian setelah melalui proses penyesuaian di laboratorium diperbanyak dan kembalikan ke tempat asalnya untuk memulai bioproses. Penambahan mikroba dengan cara ini disebut sebagai bioaugmentasi.
Biostimulasi adalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang sudah ada di dalam tanah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrient (misalnya sumber Nitrogen dan Phospor) dan oksigen. Jika jumlah mikroba yang ada sangat sedikit, maka harus ditambahkan mikroba untuk mencapai jumlah mikroba rata-rata 10^3 cfu/gram* tanah sehingga bioproses dapat dimulai. Mikroba yang ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar kemudian setelah melalui proses penyesuaian di laboratorium diperbanyak dan kembalikan ke tempat asalnya untuk memulai bioproses. Penambahan mikroba dengan cara ini disebut sebagai bioaugmentasi.
Kondisi lingkungan yang memadai akan membantu mikroba tumbuh,
berkembang dan “memakan” polutan tersebut (atau memanfaatkan Carbon dari
polutans sebagai sumber energi untuk pertumbuhan). Sebaliknya jika kondisi yang
dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan tumbuh dengan lambat atau mati. Secara
umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat ditemukan di area yang tercemar.
Dengan demikian, perencanaan teknis (engineering design) yang benar memegang
peranan penting untuk mendapatkan proses bioremediasi yang efektif.
Dalam aplikasi teknik bioremediasi dikenal dua teknik yang sangat
umum diterapkan yaitu biopile dan landfarming. Pada teknik biopile, tanah
tercemar ditimbun diatas lapisan kedap air dan suplai udara yang diperlukan oleh
mikroba dilakukan dengan memasang perpipaan untuk aerasi (pemberian udara)
dibawah tumpukan tanah tercemar. Pompa udara dipasang diujung perpipaan sehingga
semua bagian tanah yang mengandung mikroba dan polutan berkontak dengan udara.
Dengan teknik ini, ketinggian tanah timbunan adalah 1 sampai 1,5 meter. Teknik
landfarming dilakukan dengan menghamparkan tanah tercemar diatas lapisan kedap
air. Ketebalan hamparan tanah 30 – 50 cm memungkinkan kontak mikroba dengan
udara. Untuk menjamin bahwa semua bagian dari tanah yang diolah terkontak dengan
udara maka secara berkala hamparan tanah tersebut di balikkan. Nama landfarming
digunakan karena proses pembalikan tanah yang dilakukan sama dengan pembalikan
tanah pada saat persiapan lahan untuk pertanian.
Berdasarkan lokasi pemakaian bioremediasi, ada dua metode yang
biasanya digunakan dalam bioremediasi :
Pertama adalah metode In-Situ. Metode ini memproses materi
yang terpapar minyak di lokasi yang bersangkutan dan biasanya digunakan pada
kondisi ketika tidak mungkin memindahkan tanah dari lokasi. Namun metode in-situ
dinilai kurang efektif untuk eksplorasi dan produksi minyak mentah karena lokasi
yang terpapar minyak mentah tidak dapat digunakan sampai proses bioremediasi
selesai dilaksanakan. Selain itu proses bioremediasi memerlukan irigasi dan
aerasi tanah secara teratur selama periode waktu tertentu. Aerasi tanah di dalam
dan sekitar lokasi produksi minyak mentah merupakan hal yang sulit, bahkan
terkadang tidak mungkin untuk dilakukan tanpa menghentikan produksi. Dengan
demikian, metode ini dapat menyebabkan hilangnya kapasitas produksi minyak dari
lokasi yang bersangkutan dalam jangka waktu yang lama.
Metode ini
memproses materi yang terpapar minyak di lokasi yang bersangkutan dan biasanya
digunakan pada kondisi ketika tidak mungkin memindahkan tanah dari lokasi. Namun
metode in-situ dinilai kurang efektif untuk eksplorasi dan produksi minyak
mentah karena lokasi yang terpapar minyak mentah tidak dapat digunakan sampai
proses bioremediasi selesai dilaksanakan. Selain itu proses bioremediasi
memerlukan irigasi dan aerasi tanah secara teratur selama periode waktu tertentu.
Aerasi tanah di dalam dan sekitar lokasi produksi minyak mentah merupakan hal
yang sulit, bahkan kadangkala tidak mungkin untuk dilakukan tanpa menghentikan
produksi. Dengan demikian, metode ini dapat menyebabkan hilangnya kapasitas
produksi minyak dari lokasi yang bersangkutan dalam jangka waktu yang lama.
Selanjutnya adalah metode Ex-Situ Dalam metode ini, materi
yang terpapar minyak mentah digali dan dikirim dengan aman ke lokasi yang secara
khusus dirancang untuk mengolah dan membersihkan tanah tersebut secara efektif
dan efisien. Lokasi pengolahan terdiri atas beberapa sel pengolahan yang secara
berkala dilakukan proses penyiraman dan pembajakan untuk memastikan aerasi
berjalan dengan baik. Antara aktivitas irigasi dan aerasi, lokasi didiamkan agar
mikroba dapat bekerja untuk memakan senyawa minyak. Ex-situ adalah metode yang
terbukti efektif untuk pengolahan tanah terpapar minyak mentah karena metode ini
memungkinkan pengolahan tanpa mengganggu proses produksi.
Dalam metode
ini, materi yang terpapar minyak mentah digali dan dikirim dengan aman ke lokasi
yang secara khusus dirancang untuk mengolah dan membersihkan tanah tersebut
secara efektif dan efisien. Lokasi pengolahan terdiri atas bebepa sel pengolahan
yang secara berkala dilakukan proses penyiraman dan pembajakanuntuk memastikan
aerasi berjalan dengan baik. Antara aktivitas irigasi dan aerasi, lokasi
didiamkan agar mikroba dapat bekerja untuk memakan senyawa minyak. Ex-situ
adalah metode yang terbukti efektif untuk pengolahan tanah terpapar minyak
mentah karena metode ini memungkinkan pengolahan tanpa mengganggu proses
produksi.
Adapun
manfaat dari bioremediasi secara umum adalah sebagai berikut:
1.
Remediasi berbasis biologis mendetoksifikasi zat berbahaya, bukan hanya
mentransfer kontaminan dari satu media lingkungan hidup yang lain;
2.
Bioremediasi umumnya memiliki daya perlindungan terhadap lingkungan yang lebih
baik daripada proses pengolahan berbasis proses penggalian
3.
Biaya yang dibutuhkan pengolahan situs limbah berbahaya menggunakan teknologi
bioremediasi bisa jauh lebih rendah dari yang untuk metode pengolahan
konvensional:
vacuuming,
absorbing, burning, dispersing,
atau proses memindahkan material
Persyaratan dasar dan benar-benar penting dalam proses
bioremediasi:
1. Oxygen pada level residual 1 ppm
2. Nutrisi inorganic Essential
3. Mikroba dan substrate harus dalam kontak
maksimal
4. Air – baik dalam bentuk segar atau dalam
bentuk garam
Kondisi lain yang harus diperhitungkan, seperti pH, suhu,
salinitas, jenis kontaminan
Bioremediasi ini bisa menjadi solusi bagi penguraian material
yang sebagai berikut:
1. Produk Minyak yang bisa ter-bio-degradasi
(gas, diesel, bahan bakar minyak)
• senyawa minyak
mentah (benzena, toluena, xilena, naftalena)
• beberapa pestisida (malathion)
• beberapa pelarut
industri
• senyawa batubara (fenol,
sianida dalam ter batu bara dan limbah kokas )
2. Sebagian ter-degradasi/ Persistent
• TCE (trichloroethylene) yanga akan mencemari air tanah
• PCE (perchlorethlene)
pelarut dry cleaning
• PCB (telah
terdegradasi di laboratorium, tetapi tidak dalam kerja lapangan)
• Arsen, Chromium,
Selenium
3. Tidak degradable / Recalcitrant
• Uranium
• Raksa
• DDT
Organisme yang umum untuk Bioremediasi :
1. Minyak : Pseudomonas, Proteus, Bacillus,
Penicillum,Cunninghamella
2.
Aromatic Rings : Pseudomonas, Achromobacter, Bacillus, Arthrobacter, Penicillum,
Aspergillus, Fusarium, Phanerocheate
3. Cadmium : Staphlococcus, Bacillus,
Pseudomonas, Citrobacter, Klebsiella, Rhodococcus
4. Sulfur : Thiobacillus
5. Chromium : lcaligenes,
PseudomonasCopperEscherichia, Pseudomonas
Adapun anggota aktif dari konsorsium mikroba dalam bioremediasi :
-
Alcaligenes denitrificans
-
Arthorbacterglobiforms
-
Arthrobactersp
-
Bacillus megaterium
-
Berijerinckia sp
-
Flavobacterium
-
Methanobacterium
-
Mycobacterium sp
-
Mycobacterium vaccae
-
Nitrosomonas eurupaca
-
Nocardia corallia
-
Nocardia erythropolis
-
Nocardia sp
-
Pseudomonas aeruginosa
-
Pseudomonas cepacia
-
Pseudomonas fluorescence
-
Pseudomonas glatheri
-
Pseudomonas mendocina
-
Pseudomonas methanic
-
Pseudomonas paucimobilis
-
Pseudomonas putida
-
Pseudomonas sp.
-
Pseudomonas testosterone
-
Pseudomonas vesicularis
Teknologi Bioremediasi untuk Pengolahan POPs
Teknologi pengolahan POPs saat ini sudah banyak dikembangkan,
misalnya sebagai berikut :
1. Proses destruksi termal pada temperature
tinggi dengan menggunakan pembakaran dengan temperature tinggi dan teknologi
non-pembakaran (Plasma Arc, Geo Melt, GPCR, desorpsi termal,
dan pirolisis, dll)
2.
Teknologi pembakaran non-oksidatif (SCWO, oksidasi katalitik,
Oksidasi Elektrokimia ter-mediasi (CerOx, AEA, silver II), dll)
3.
Teknologi reduksi (Base Catalysed Destruction/BCD process,
APEG, Dehalogenasi berkatalis tembaga, Proses Hagenmaier, Reduksi Natrium, Solvated Electron Technology, dll)
4.
Teknologi perusakan fotolitik (Solar Detoxification, degradasi fotokimia, destruksi UV, foto-katalisis)
5.
Bioremediasi/biodegradasi
Gambar Teknologi potensial yang relevan dalam proses penguraian
PCDD-PCDF dan senyawa POPs di lingkungan
(a) MCD (b) Desorpsi Termal
Gambar Contoh Unit Pemroses Teknologi Mechanochemical
Dehalogantion (MCD) dan Thermal Desorption
Tabel 1. Teknologi Non-Combsution untuk Remediasi POPs untuk
level Full scale

Tabel 2. Teknologi Non-Combsution untuk Remediasi POPs untuk
level Pilot scale

Aplikasi teknologi bioremediasi untuk penguraian dan pengolahan
POPs sudah banyak dilakukan. Pada prinsipnya, bioremediasi untuk senyawa POPs
tidak memiliki banyak perbedaan prinsipil secara signifikan, karena keberhasilan
proses terletak pada proses modifikasi, pengkondisian, juga pemilihan bakteri
yang tepat.
Adapun beberapa teknologi bioremediasi yang telah diidentifikasi
keberhasilannya dalam pengolahan POPs adalah sebagai berikut:
1.
Biodegradasi aerobic dengan menggunakan Mikroorganisme Tanah
Terisolasi
2. Degradadi dieldrin dengan menggunakan jamur
terisolasi dari tanah tercemar endosulfan
3. Biodegradasi secara simultan dengan
menggunakan konsorsium bakteri baru untuk mengolah kloro-metiltio-s-triazin
4. Proses Bioremediasi Anaerobik Menggunakan
Tepung Darah
Teknologi ini mengaku
menggunakan proses biostimulasi dengan amandemen untuk meningkatkan level
degradasi Toxaphene dalam tanah atau sedimen oleh mikroorganisme anaerobik.
Untuk pengolahan, agen biologis seperti tepung darah (kering dan
darah hewan bubuk), yang digunakan sebagai nutrisi, dan fosfat, yang digunakan
sebagai penyangga pH ditambahkan ke
bahan yang terkontaminasi.
Gambar Tepung darah atau blood meal
5.
Teknologi DARAMEND®
DARAMEND® telah
digunakan untuk mengolah limbah berkekuatan rendah yang terkontaminasi dengan
Toxaphene dan DDT. Namun pada dasarnya teknologi ini adalah modifikasi dari bioremediasi yang
menggunakan pembuatan pengkondisian an-oksik dan oksik secara berurutan. Penambahan DARAMEND®
sebagai bahan organic pendegradasi, besi bervalensi 0, dan air
akan merangsang pengurangan oksigen secara biologi dan kimia, serta menghasilkan
kondisi (anoksik) yang sangat kuat
dalam matriks tanah. Teknologi ini sudah banyak
digunakan untuk mem-bioremediasi tanah yang tercemar pestisida toxafen, HCB, DDT
dan juga kontaminan lainnya, tapi tidak bisa digunakan untuk mengolah atau
menghancurkan senyawa PCB, dioksin, dan furan. Teknologi ini juga bisa
digunakan secara in-situ dan ex-situ.
Gambar Lahan yang sedang dilakukan Proses
Bioremediation Menggunakan proses DARAMEND®
6. Teknologi fitoteknologi untuk bioremediasi
POPs menggunakan bakteri pada akar tanaman untuk mendegradasi, menstabilkan atau
bahkan menghancurkan senyawa POPs yang terkandung
dalam air tanah dan juga dalam tanah. Namun sejauh ini, teknologi
ini baru berkembang sejauh pilot plant. Adapun mekanisme teknologi ini
dijelaskan sebagai berikut :
a.
Memperluas dan meningkatkan
kemampuan bio-degradasi senyawa polutan dalam tanah sekitar akar tanaman
b.
Phytovolatilization (transfer
senyawa polutan menuju udara melalui proses respirasi tumbuhan)
c.
Phytoextraction atau phytoaccumulation yaitu dengan menyerap senyawa dengan
proses absorpsi oleh akar tanaman lalu mentranslokasikannya menuju daun atau
bagian akar
d.
Phytostabilization, yaitu produksi senyawa kimia oleh tanaman untuk melumpuhkan
kontaminan pada antarmuka akar dan tanah
e.
Kendali hidrolik, penggunaan pohon untuk mencegah dan
mentranspirasikan sejumlah besar air tanah atau air permukaan untuk control
f.
Evapotranspiration, penggunaan kemampuan tanaman
untuk menangkap air hujan untuk mencegah infiltrasi dan mengambil dan
menghilangkan volume yang signifikan dari air setelah
telah memasuki
bawah permukaan untuk meminimalkan perkolasi ke dalam limbah yang terkandung.
Kerenn
BalasHapuskeren kan nak?
BalasHapushahaha
mantaps
BalasHapus